French Pink Karya Prisca Primasari



Judul : French Pink
Penulis : Prisca Primasari
Editor: Anin Pratajuangga
Desainer sampul & ilustrasi: Nisa Nafisa dan Riva Marino
Penata isi: Yusuf Pranomo
Penerbit : Grasindo
Tahun terbit : Oktober 2014
Tebal : 80 halaman
ISBN : 9786022516873





Hitomi, seorang wanita pengelola Sweet Ribbons, salah satu kios pita di Jepang. Dalam hidupnya kini ia hanya bisa melihat satu warna: hitam. Setelah merasakan sakit dan kehilangan, ia pun kini hanya ingin melakukan satu hal: bunuh diri, demi melepaskan segala perasaan tersebut.

"... Kematian lebih baik daripada kehidupan yang tidak berarti." (hal. 35)

Namun, tiba-tiba ia bertemu dengan seorang laki-laki berpenampilan serba hitam. Laki-laki asing itu bernama Hane. Ia mengaku bahwa dirinya buta warna. Hane meminta Hitomi untuk mencarikan satu barang dengan warna yang juga tak dikenali oleh Hitomi. Namun, Hitomi pun akhirnya menyanggupi permintaan tersebut.

Setelah Hitomi mendapatkan barang yang dicarinya, tiba-tiba Hane meminta Hitomi mencarikan satu barang lagi dengan warna yang lagi-lagi tak dikenali oleh Hitomi. Sebenarnya Hitomi enggan melakukan semua itu. Merepotkan. Akan tetapi, ada sesuatu dalam diri laki-laki asing tersebut yang membuat Hitomi tak bisa menolak permintaannya.

Hitomi terus bersusah payah mengenali warna-warna asing tersebut, sambil memikirkan sosok Hane yang misterius. Ia pun akhirnya menyadari bahwa ternyata kehadiran Hane sama persis seperti salah satu mitos Jepang yang sangat mengerikan.

*********

Ini adalah kali pertama saya membaca karya Mbak Prisca Primasari. Jujur, saya kaget saat mengetahui bahwa tebal novella ini hanya 80 halaman. Tapi, dengan novella setipis ini, penulis mampu membuat kisah yang padat dan memberikan kesan yang mendalam. Beliau mampu menciptakan dua tokoh dengan karakter yang kuat, serta jalan cerita yang tak terduga.

Ya, kisah dalam novella ini hanya fokus pada dua tokoh, Hitomi dan Hane. Saya bisa ikut merasakan sakit dan kehilangan yang dirasakan Hitomi. Saya juga bisa membayangkan betapa kelam hidup Hitomi. Begitu pun Hane, sosoknya yang misterius dengan aura kegelapan itu, sejak awal kemunculannya, langsung menarik perhatian, membuat penasaran.

Di awal, saya turut merasakan ketegangan karena banyaknya kemiripan antara Hane dan Shinigami (dewa kematian). Bagi saya yang kurang memiliki pengetahuan tentang Jepang, terutama Shinigami, penjelasan tentang dewa kematian yang dituturkan oleh karyawan Hitomi itu cukup membuat saya bergidik ngeri. Tapi, sejak Hane meminta barang dengan warna-warna yang asing, aura kebahagiaan mulai terpancar. Apalagi, interaksi antara Hane dan Hitomi yang meskipun terkesan dingin, tapi cukup menghibur, hingga cerita berakhir dengan manis.

Novella yang diceritakan melalui sudut pandang orang ketiga ini bisa dibilang penuh dengan twist. Seolah hampir setiap adegan melahirkan tanda tanya, dan baru benar-benar terjawab di akhir cerita. Dan, saya pun sependapat dengan Hane, "Kalau tidak 'begitu', tidak seru." Saya juga menyukai gaya bahasanya yang baku seperti hasil terjemahan, tapi terasa ringan. Selain itu, novella ini juga menambah pengetahuan saya tentang warna yang ternyata banyak ragamnya. 

Menurut saya, melalui novella ini, penulis berhasil menyuguhkan cerita yang cantik seperti sampulnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: No Place Like Home

Review: Blue Heaven Karya Mahir Pradana

Review: Sepotong Hati Yang Baru karya Tere Liye