Review: Lelaki Harimau Karya Eka Kurniawan


Judul : Lelaki Harimau
Penulis : Eka Kurniawan
Desain sampul : Eka Kurniawan
Layout isi : Noviprastya
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Cetakan ketujuh, Oktober 2016
Tebal : 191 halaman
ISBN : 978-602-03-2465-4






"Senja ketika Margio membunuh Anwar Sadat, Kyai Jahro tengah masyuk dengan ikan-ikan di kolamnya, ditemani aroma asin yang terbang di antara batang kelapa, dan bunyi falseto laut, dan badai jinak merangkak di antara ganggang, dadap, dan semak lantana." (hal. 1) 

Margio, seorang penggiring babi yang manis dan santun, tiba-tiba dikabarkan telah membunuh Anwar Sadat dengan cara yang sangat bengis. Tidak ada yang percaya Margio bisa melakukannya. Anwar Sadat ditemukan dalam keadaan leher yang terburai, bahkan nyaris putus seperti seekor binatang yang tak tuntas disembelih. Tak satu orang pun berani melihat dan menyentuh mayat yang telah tertutup kain batik tersebut, termasuk keluarga Anwar Sadat sendiri, hingga Kyai Jahro dan Mayor Sadrah datang.

Kyai Jahro pun mempertimbangkan untuk menunggu Maharani, anak kebanggaan Anwar Sadat yang belakangan sedang dekat dengan Margio. Ia mendadak pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun, satu hari sebelum kematian ayahnya. Sementara itu, Margio terus menyanggah tindakannya. Ia berdalih bahwa harimau di dalam tubuhnyalah yang telah melakukan semua itu.

Seisi kampung tahu persis bahwa kalaupun Margio benar-benar menuruti nafsunya untuk membunuh seseorang, maka orang itu adalah Komar bin Syueb, ayah kandungnya sendiri. Namun, nyatanya Komar tidak mati di tangan Margio. 

"Ia mati saat bokongnya telah gila dan ada bisul di pikirannya." (hal. 65)

Selama ini Margio selalu melampiaskan rasa bencinya dengan mencuri ayam-ayam peliharaan Komar, sedangkan ibunya, Nuaraeni tetap asyik mengerjakan sesuatu yang telah menjadi kebiasaan sintingnya selama belasan tahun; berbicara dengan panci dan kompor.

*********  

Buku ini adalah karya Eka Kurniawan yang pertama kali saya baca. Saya akui saya memang terlambat mengenal karya-karya beliau yang telah diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa, dan mendapat beberapa penghargaan. Selama ini saya punya kebiasaan untuk membaca buku yang paling tipis dari penulis yang karyanya belum pernah saya baca. Pilihan saya pun jatuh pada buku Lelaki Harimau.

Berdasarkan perkenalan pertama ini, saya sama sekali tidak heran jika karya-karya Eka Kurniawan selalu menuai banyak pujian. Sejak empat puluh halaman pertama saya sudah dibuat kagum oleh kepiawaian penulis dalam memainkan alur maju-mundur yang rumit dengan cepat dan tertata. Hal tersebut jarang saya temui dalam karya-karya penulis lain. Saya juga menyukai cara beliau memberikan gambaran setiap peristiwa dengan penjabaran yang panjang tanpa terkesan bertele-tele. Hal itu sangat mendorong saya untuk semakin meliarkan imajinasi. Ditambah dengan gaya bahasa Eka yang sangat mengalir, lugas, dan sering kali bernada satire. 

Berkat gaya penceritaan tersebutlah kisah yang sebenarnya pendek ini jadi terlihat sangat panjang. Sebagaimana ringkasan cerita yang telah saya tulis di atas, Lelaki Harimau diceritakan dengan berputar-putar. Ketika rasa penasaran saya belum terbayar, tiba-tiba penulis telah membawa saya ke adegan lain. Setiap perpindahan peristiwa selalu menyisakan teka-teki baru, sehingga saya pun sempat lupa dengan inti cerita yang sejak awal telah dibeberkan oleh penulis. Sayangnya itu tak berlangsung terus-menerus, ada satu bagian yang diceritakan dengan alur maju saja, dan itu sempat membuat saya bosan bahkan mengantuk.

Namun, itu masih bisa dimaafkan karena Eka berhasil meramu cerita yang sebenarnya sederhana ini dengan konflik batin yang rumit. Karakter setiap tokoh pun begitu kuat, dan hubungan di antara satu sama lain terjalin dengan apik. Saya seolah-olah bisa ikut merasakan tekanan yang tengah dihadapi masing-masing tokoh. Meski buku ini pertama kali diterbitkan pada belasa tahun yang lalu, tapi tema yang diangkat masih sangat relevan dengan kondisi saat ini. Tentang cinta, perselingkuhan, dan kekerasan dalam rumah tangga, dan yang jadi fokus masalahnya adalah psikologi.

Saya pikir akar dari permasalahan yang membelit keluarga Margio ini adalah kurangnya komunikasi. Masing-masing tokoh; terutama Margio, Komar dan Nuraeni, menyimpan rasa takut dan amarah mereka seorang diri, lalu melampiaskannya dengan cara yang tak bisa dipahami oleh orang lain. Barangkali itulah yang dimaksud dengan 'Harimau', sesuatu yang tanpa kita sadari bisa menguasai diri manusia kapan pun saat mereka lengah mengendalikan emosinya.

Singkatnya, sebagaimana yang tercantum dalam sinopsis, buku ini menyampaikan tentang cinta dan pengkhianatan, rasa takut dan berahi, bunga dan darah. 

"Bukan aku yang melakukannya," ia berkata dan melanjutkan, "Ada harimau di dalam tubuhku."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: No Place Like Home

Review: Blue Heaven Karya Mahir Pradana

Review: Sepotong Hati Yang Baru karya Tere Liye