Review: Di Bawah Naungan Cahaya-Mu Karya Desi Puspitasari
Judul : Di Bawah Naungan Cahaya-Mu
Penulis : Desi Puspitasari
Penyunting : Imam Risdiyanto
Penerbit : Bunyan - Bentang Pustaka
Terbit : 2013
Tebal : 202 halaman
ISBN : 978-602-7888-50-0
ISBN : 978-602-7888-50-0
Di rumah, Adelia adalah seorang anak tunggal yang besar dari keluarga yang kurang harmonis. Karena terhimpit ekonomi, bapaknya yang hanya seorang buruh selalu melampiaskan segala masalah dengan ngombe-ngombe. Begitu pun dengan ibunya, dia mulai tidak peduli dengan bapaknya dan kembali menjadi penyanyi dangdut yang sering keluyuran malam hari. Setiap hari, Adelia harus mendengar kedua orangtuanya beradu mulut, saling menjelek-jelekkan, dan menyalahkan satu sama lain.
Adelia memiliki keluarga yang utuh, tapi ia selalu kesepian.
Tidak pernah mendapat kasih sayang dari kedua orangtuanya, karena mereka sibuk
dengan urusan dan pertengkaran mereka sendiri. Pertengkaran yang membawa keduanya semakin dekat ke ambang perpisahan. Sehingga Adelia pun berusaha mengusir
kesepiannya dengan rajin belajar di atas genting sekaligus bercerita pada bulan
tentang segala keluh kesahnya. Bagi Adelia, bulan bukan sekadar benda bulat di langit yang bersinar terang. Ciptaan Allah yang indah itu adalah teman dan penghibur untuknya.
Di balik sikap penyindiri Adelia, ternyata ada dua laki-laki yang
diam-diam menaruh hati padanya. Di sekolah, ada Fikri, lelaki pemalu yang sering
mengirim puisi untuknya. Dan tetangga sebelah rumahnya, Antok, yang ternyata
juga mengenal bulan. Tetapi, Adelia hanya bisa berterima kasih tanpa bisa
membalas perasaan mereka berdua.
Dan jauh ribuan kilometer dari kediaman Adelia, Bagus, seorang laki-laki yang
dibesarkan dari keluarga yang harmonis. Di kota, ia belajar dengan giat ditemani
bulan yang bisa ia pandangi melalui jendela kamarnya setiap malam. Bagus berusaha
keras demi meraih cita-citanya menjadi dokter sekaligus untuk bisa kembali ke kampung
halaman tempat ia menghabiskan masa kecilnya.
Bagi Bagus, bulan adalah pengganti dari sosok perempuan teman
sekelasnya dulu, yang selama ini ia rindukan, sedangkan di sekolahnya ada seorang Ratna yang selama ini memendam perasaan padanya hingga akhirnya
memberanikan diri mengungkapkannya langsung kepada Bagus. Sayangnya, tidak ada
satupun perempuan yang mampu menggatikan bulan di hatinya. Apalagi, Bagus dan
keluarganya akan kembali ke desa dan ia pun berkesempatan untuk bertemu
dengan bulan.
*********
Ketika membaca judulnya, saya kira buku ini merupakan novel islami yang
kental dengan nilai-nilai religi. Walaupun novel ini memang dibalut dengan nilai-nilai
religi, tetapi tema yang diangkat adalah tentang keluarga, cinta, persahabatan.
Dan begitu pula peran bulan yang digambarkan dalam novel ini.
Sebenarnya, jalan ceritanya sangat klise, bahkan tidak ada konflik yang terasa berat dibandingkan novel sejenis lainnya. Namun, sebuah kisah yang ber-setting di pedesaan memang selalu memikat. Cerita mengenai karakter dan kebiasaan penduduk desa yang kadang terkesan hangat, dan menggelitik, tapi juga menjengkelkan, tak pernah membosankan untuk disimak.
Hubungan antartokoh di sini terjalin dengan baik. Apalagi karakter orang-orang di sekitar Dahlia sangat beragam. Yang cukup menarik perhatian adalah Rini, sahabat Adelia yang sangat cerewet, kepo, dan sering mendebat soal cinta. Emosi yang diciptakan penulis pun bisa sampai kepada pembaca, terutama saat adegan Adelia harus melihat laki-laki yang bukan ayahnya merawat, menyuapi ibunya yang sedang sakit.
Sebenarnya, jalan ceritanya sangat klise, bahkan tidak ada konflik yang terasa berat dibandingkan novel sejenis lainnya. Namun, sebuah kisah yang ber-setting di pedesaan memang selalu memikat. Cerita mengenai karakter dan kebiasaan penduduk desa yang kadang terkesan hangat, dan menggelitik, tapi juga menjengkelkan, tak pernah membosankan untuk disimak.
Hubungan antartokoh di sini terjalin dengan baik. Apalagi karakter orang-orang di sekitar Dahlia sangat beragam. Yang cukup menarik perhatian adalah Rini, sahabat Adelia yang sangat cerewet, kepo, dan sering mendebat soal cinta. Emosi yang diciptakan penulis pun bisa sampai kepada pembaca, terutama saat adegan Adelia harus melihat laki-laki yang bukan ayahnya merawat, menyuapi ibunya yang sedang sakit.
Novel ini sangat menginspirasi, banyak pelajaran yang dapat kita
ambil. Novel ini kembali menegaskan bahwa kebahagian tidak selalu harus diukur dengan materi. Bukan keadaan yang mempersulit hidup kita, tapi kadang kitalah yang sering kali memilih membuat keadaan menjadi rumit. Dan
juga tentang bagaimana menjaga kesucian cinta.
"Cinta itu memang fitrah, tapi jika bukan pada tempat dan saat yang tepat, ia harus rela menunggu hingga waktu itu tiba." (hal: 99)
Namun, bulan masih menyisakan pertanyaan bagi saya. Meskipun banyak
yang menganggap bahwa bulan yang dirindukan Adelia adalah Bagus, tapi saya
pribadi masih ragu, karena tidak ada sedikit pun penjelasan tentang hal ini.
Saya justru menemukan kesimpulan bahwa bulan yang dirindukan Adelia itu adalah
orangtuanya: kasih sayang mereka yang tidak pernah didapatkan Adelia selama ini. Jadi, sebenarnya Adelia adalah bulan yang merindukan bulan, tapi
entahlah, hanya penulis dan Tuhan yang tahu jawabannya. Hehehe
Komentar
Posting Komentar