Review: Kota Lama dan Sepotong Cerita Cinta Karya Herdiana Hakim



Judul : Kota Lama dan Sepotong Cerita Cinta
Penulis : Herdiana Hakim
Editor : Alit Tisna Palupi & Jia Effendie
Proofreader : Tesara Rafiantika & Ayuning
Penata letak : Landi A. Handwiko & Gita Ramayudha
Desain cover : Dwi Anisa Anindhika & Agung Nugroho
Penerbit : GagasMedia
Tahun terbit : 2015
Tebal : 304 halaman
ISBN : 979-780-791-6


Jika hidup mengecewakanmu, apa yang akan kau lakukan?Apakah pergiu sejauh-jauhnya, lari dari kenyataan?

Jeny Ayu Maharani, seorang alpha female yang bekerja di bidang IT. Dunianya mendadak runtuh karena harus menelan kenyataan pahit bahwa ia gagal mendapatkan jabatan yang selama ini ia impikan. Ditambah lagi dengan kabar maminya, si wanita super, yang tiba-tiba terserang stroke ringan.

Ketika Jeny berusaha mencari ketenangan di suatu tempat di kantornya yang jarang terjamah oleh banyak orang, dia tak sengaja bertemu dengan Diana Danika. Diana adalah seorang staf HRD yang bernampilan kuno. Melalui obrolan singkat mereka berdua, Diana berhasil menelanjangi hati dan pikiran Jeny. Diana mampu membaca karakteristik Jeny dan situasi yang tengah dihadapinya.

“Karena terlalu mandiri, tipe alpha female cenderung tertutup dan dianggap antisosial oleh orang-orang di sekitarnya. Dia juga tidak suka mengeluhkan kondisinya sehingga orang menganggapnya sebagai sosok yang kuat. Padahal, biasanya yang tampak kuat itulah yang rapuh di dalam.” (hal. 12)
  
Diana sangat mengidolakan RA Kartini, sedangkan Jeny menganggap tak ada yang istimewa dari Kartini, hanya seorang gadis pinggitan yang menyuarakan pendapatnya lewat surat. Karena itulah, Diana mengajak Jeny untuk ikut serta dalam perjalanan napak tilas Kartini ke kota Jepara. Meski awalnya menolak, tapi Jeny berpikir bahwa tour tersebut adalah jalan yang tepat untuk melarikan diri dari masalahnya.

Pelarian Jeny ternyata bukan hanya membawanya melintasi jarak, tapi juga waktu. Suara ganjil yang ia dengar di rumah dinas bupati, tepatnya saat ia berada di kamar yang pernah ditempati Kartini, melemparnya ke masa lalu, ke tahun 1900. Di sanalah ia mengenal dan berteman dengan Kartini, Kardinah, dan Rukmini. Jeny juga bertemu dengan anggota keluarga Kartini yang lain. Jeny pun menjadi bagian dalam hidup Kartini dan belajar banyak hal darinya: terutama tentang cinta dan cita-cita, tentang emosi dan ambisi.

“Menurutku, orang yang paling berbahagia adalah orang yang banyak mencintai dan banyak dicintai.” (hal. 185)

*********

Kebetulan pada hari Kartini kemarin, GagasMedia memberikan potongan harga untuk buku-buku yang bertema wanita di playstore, salah satunya adalah buku ini. Saya pun sama sekali tidak menyesal telah membeli buku yang mengisahkan tentang Kartini ini. Selama ini, yang saya tahu tentang Kartini hanyalah lahir pada tanggal 21 April, tinggal di Jepara, dan pahlawan emansipasi wanita. Selebihnya, saya tidak tahu-menahu, karena sepertinya yang diajarkan di bangku sekolah memang hanya sebatas itu.

Ide ceritanya sangat menarik. Seorang wanita di masa kini yang tak sengaja masuk ke lorong waktu, terlempar jauh ke masa lalu. Lalu, menjalani kehidupan yang jauh berbeda. Di sini, penulis memberikan deskripsi yang cukup detail. Mulai dari kondisi rumah dinas Jepara di masa lalu dan di masa sekarang yang tentu saja berbeda, karena telah dimodifikasi, meskipun tidak mengubah struktur bangunannya. Selain itu, dijelaskan juga perbedaan pakaian yang dikenakan. Di masa Kartini, semua wanita memakai kebaya dengan rambut di sanggul, sedangkan Jenny pertama kali hadir di tengah-tengah mereka dengan mengenakan kaos dan jelana jins.

Buku ini benar-benar menarik. Saya bisa menikmati kisah hidup seorang pahlawan seperti halnya membaca cerita yang ringan. Hubungan antartokoh dalam novel terjalin dengan apik, dan diceritakan dengan rapi. Saya suka hubungan antara Jeny dan Kartini yang awalnya saling berseberangan, karena Kartini masih meragukan asal-usul Jeny, hingga akhirnya menjadi sahabat. Saling berbicara dari hati ke hati sebagai perempuan workaholic, dan tak percaya cinta, dengan perempuan yang tak memiliki kebebasan untuk bekerja, meraih mimpinya, dan berusaha untuk selalu membagikan cinta. 

Dialog dan adegan Kartini bersama Jeny tentu saja fiksi, tapi saya rasa itu tidak merusak nilai-nilai sejarah yang sebenarnya. Justru dengan cara itu kita bisa melihat pemikiran-pemikiran Kartini. Saya seolah bisa ikut merasakan berada di posisi Jeny. Bahkan, jika pengalaman Jeny itu benar-benar ada di dunia nyata, rasanya saya ingin bisa seperti dia: terlempar ke masa lalu, bertemu Kartini dan bercerita banyak hal, mencurahkan segala masalah yang sedang saya hadapi di dunia nyata. Hehe 

Melalui buku ini, saya tahu lebih banyak tentang perjalanan hidup Kartini. Beliau adalah seorang putri bangsawan yang sangat peduli terhadap nasib rakyat kecil. Kartini membantu agar hasil kerja mereka dihargai secara layak. Masa pingitan Kartini dihabiskan untuk melahap banyak buku, menulis tentang segala hal. Dan, saya juga mendapat pengetahuan tentang dua hal yang belum pernah saya ketahui sama sekali, yaitu tentang ibu kandung Kartini, dan kenyataan bahwa tidak semua mimpi-mimpi Kartini terwujud.

Beberapa hal yang saya rasa masih kurang yaitu tentang Tuan Abendanon. Saya ingin tahu lebih banyak tentang Tuan Abendanon. Mengapa seolah-olah beliau memiliki peran penting dalam hidup Kartini? Bahkan, untuk sebuah keputusan besar, Kartini lebih memilih menuruti saran dari Tuan Abendanonn. Selain itu, setelah pulang dari Jepara, tidak ada kejelasan tentang masalah Diana. Ya, walaupun tokoh utama di sini adalah Jeny, tapi rasanya agak ganjil ketika nama Diana tidak disebut lagi dalam hidup Jeny, mengingat dia adalah teman seperjalanan Diana yang juga memiliki masalah.

Terlepas dari itu semua, saya sangat menyukai novel ini. Unik, menarik, dan tentu saja menambah pengetahuan. Saya berharap Mbak Herdiana akan menulis novel dengan tema yang sama lagi.

“Nostalgia is like a grammar lesson. You find the present tense and past perfect.” (hal. 266)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Moonlight's Lullaby Karya Khi-khi Kiara

Review: Tarian Bumi Karya Oka Rusmini

Review: Sepotong Hati Yang Baru karya Tere Liye