Review: Pemburu Rembulan karya Arul Chandrana



Judul : Pemburu Rembulan
Penulis : Arul Chandrana
Penyunting : Celia Maharani
Penata Letak : Techno
Desain sampul : BLUEgarden
Penerbit : Gradien Mediatama
Terbit : 2011
Tebal : 416 halaman
ISBN : 978-602-208-010-7





"Pahlawan yang hebat adalah mereka yang tetap berjuang meski tanpa kekuatan hebat"

Arul adalah seorang pengajar di sebuah lembaga pendidikan swasta. Dia bertekad untuk selalu memberikan pendidikan yang menyenangkan pasa setiap anak. Sementara itu, sahabatnya, Amar, adalah seorang pengusaha muda yang bisnisnya sedang berkembang. Pria yang lebih menyukai tantangan dalam berbisnis daripada mencari mudahnya mengumpulkan keuntungan. 

Dua sahabat. Dua cita-cita. Dua tantangan. Sebuah pulau kecil nan eksotis. Mereka mendapatkan semua tantangan itu di sini, di Pulau Bawean—sebuah pulau kecil terpencil di tengah Laut Jawa.

Cerita berawal saat Amar tiba-tiba memaksa Arul ikut berlayar ke Bawean. Karena Arul pernah tinggal di Bawean dan sahabatnya tersebut sedang butuh teman untuk menyelesaikan beberapa pekerjaannya di sana, maka dengan berta hati Arul mengabulkan permintaan Amar.  

Di Pulau Bawean tepatnya Kampung Somor, mereka tinggal di rumah Pak Mustar, lurah kampung tersebut. Amar berencana untuk membudidayakan umbi Scratophy yang berkhasiat bagi kesehatan. Untuk bisa menjalankan bisnis ini pun Amar harus berusaha memberikan penjelasan kepada penduduk Kampung Somor yang begitu polos. Dia pun harus menghadapi liarnya hutan Bawean. Beberapa kali Amar harus berada dalam situasi yang mungkin saja bisa membahayakan nyawanya. 

Sedangkan Arul pun punya rencana sendiri, yaitu mengajar di TPA Somor, sebuah taman belajar sederhana di kampung tersebut. Baru hari pertama dia datang ke Bawean, dia sudah bertemu dengan sosok pemuda yang mengagumkan seperti Hirzi yang menurut informasi dari Pak Mustar, dia adalah pengelola tunggal TPA Somor. Namun ketika Arul terjun langsung ke TPA Somor dan berhadapan dengan para siswa di sana, dia merasa ada yang tidak beres dengan anak didiknya tersebut. Terlebih lagi ketika Arul mengetahui siapa Hirzi dan bagaimana cara Hirzi mengajar, Arul pun bertekad untuk membuat pembaruan dan berusaha meluruskan otak Hirzi yang menurutnya bengkok.


*********

Saya suka dengan novel ini, mulai dari cover yang menarik, sesuai dengan judul dan isi cerita. Penulis pun sukses memberikan gambaran keindahan panorama Pulau Bawean. Sebenarnya kisah Arul, Hirzi, dan anak-anak TPA Somor ini mengingatkan saya pada Laskar Pelangi, karena memang ada kemiripan dengan ceritanya.

Novel ini lebih banyak menceritakan tentang Arul, Hirzi, dan TPA Somor. Dan saya selalu suka dengan adegan perdebatan alot antara Arul dan Hirzi. Karena menurut saya perdebatan mereka itu berbobot, membuat saya jadi ikut berpikir dan merenung. Penulis pun tidak lupa menyelipkan kisah romantis dalam novel ini. Dan yang paling menarik adalah, menurut saya penulis cukup sukses membalut novel ini dengan humor. Beberapa percakapan konyol antara Arul dan Amar sempat mengacaukan suasana hati saya saat membaca.

Namun, ada beberapa hal yang sangat disayangkan dan mengganjal di pikiran saya. Yang pertama, kisah Amar dan bisnis umbi s
cratophy-nya hanya diceritakan sekilas saja. Sampai saya selesai mebaca novel ini, tidak ada kejelasan bagaimana kelanjutan bisnis tersebut. Dan yang ke dua, saya kurang bisa merasakan konflik yang berarti, baik dari kisah Arul ataupun Amar. Salah satunya pada adegan Arul dan beberapa anak-anak memakan sesajen, lalu pemiliknya pun mengetahui hal tersebut. Saya kira itu akan jadi konflik yang pelik dan menarik, tapi ternyata tidak.Dan yang membuat saya penasaran yaitu kelanjutan kisah Arul dan Hirzi tidak diceritakan.


Secara keseluruhan novel ini layak untuk dibaca, terutama bagi kalian yang peduli dengan dunia pendidikan. Cerita dalam novel ini sangat menginspirasi, membuka mata, hati dan pikiran kita. Memberikan pelajaran tentang perjalanan hidup, pendidikan, agama, budaya, kehidupan sosial, persahabatan, bahkan cinta. Membuat kita berfikir, merenung, ikut merasa bahagia, menjadi bersemangat, sedih, haru, namun bisa membuat kita tiba-tiba tertawa karena humor yang terselip di setiap momen dalam novel ini.

Saya berharap ada kelanjutan dari kisah yang menggantung ini, karena penulis menutup novel ini dengan "Sampai berjumpa lagi" bukan "Selamat tinggal".


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: No Place Like Home

Review: Blue Heaven Karya Mahir Pradana

Review: Sepotong Hati Yang Baru karya Tere Liye