Review: Sehidup Sesurga Karya Fahd Pahdepie

Judul: Sehidup Sesurga
Penulis; Fahd Pahdepie
Penyunting: Gita Romadhona
Penyelaras aksara: eNHa
Penata letak: Wahyu Suwarni
Desainer cover: Jeffri Fernando
Ilustrator isi: Teguh Pandirian
Penerbit: PandaMedia
Terbit: Juni 2016 (cetakan kedua, Juli 2016)
Tebal: 210 halaman
ISBN: 978-979-780-845-7




Cinta selalu memerlukan banyak sudut pandang. Seandainya engkau bisa tahu seberapa besar dan seberapa dalam perasaan seseorang dalam mencintaimu, kau akan kehilangan semua cara untuk mengucap syukur dan terima kasih.
Mari memberi jarak pada harapan yang berlebihan karena sering kali harapan-harapan adalah pengalih perhatian, bukan?

*********

Setelah sukses dengan buku Rumah Tangga yang mendapatkan sambutan luar biasa, akhirnya Fahd Pahdepie pun menerbitkan lagi buku serupa demi menanggapi usulan-usulan dari para pembaca. Sehidup Sesurga merupakan rekonstruksi makna dari frasa umum ‘sehidup semati’. Jika cinta harus berakhir di sebuah episode bernama kematian, betapa pendek usia cinta tersebut. Meski telah melewati momen kematian, cinta itu seharusnya terus hidup untuk membersamai pencintanya menuju surga. Kurang lebih begitulah pendapat yang dituturkan penulis dalam buku ini.

Hampir sama dengan buku sebelumnya, buku ini berisi tips-tips sederhana untuk menjaga keharmonisan rumah tangga yang dirangkum dalam kisah sederhana dari keluarga yang sederhana. Selain pemilihan diksi dan cara penyampaiannya, satu hal yang paling saya suka dari tulisan Fahd adalah topik pembahasannya. Beliau selalu membahas hal-hal sederhana yang sebenarnya penting untuk kita pikirkan, tetapi sering kali luput dari perhatian kita. Begitupun hal-hal kecil dalam rumah tangga yang berdampak besar bagi masing-masing anggota keluarganya.

Tak ada rumah tangga yang tak retak.
Itulah satu hal yang perlu kita pahami. Meski sepasang suami istri terlihat baik-baik saja, maka tidak berarti hubungan keduanya bebas dari konflik. Pernikahan adalah tentang dua orang dengan dua sifat, karakter, serta pemikiran dan perasaan yang tak selamanya sejalan. Oleh sebab itu pula, ketika suami  dan istri dihadapkan pada sebuah konflik ataupun hal-hal yang kurang sesuai dengan harapan, maka semestinya tidak selalu dianggap sebagai masalah besar yang harus dijadikan beban dan penyesalan. 

Adapun beberapa masalah yang disinggung dalam buku ini yaitu, tentang rumah yang terasa sangat sempit, rumah yang selalu berantakan, penghasilan istri yang lebih besar daripada suami, dan pasangan yang malas mengerjakan sholat. Tidak jarang hal-hal seperti itu menjadi pemicu bagi suami dan istri untuk saling menyalahkan. Padahal, sebenarnya yang kita butuhkan hanyalah berusaha melihatnya melalui 'kacamata baru'.

Salah satu bagian yang paling saya suka dalam buku ini adalah tentang ‘Tujuh Hal yang Harus Dihindari’. Pada bagian ini, penulis menjelaskan mengenai perkara yang kerap kali menjadi penyebab keretakan hubungan suami-istri. Perilaku yang menimbulkan kesalahpahaman hingga memicu pertengkaran, sampai perilaku yang memberikan ruang bagi pihak ke tiga untuk ikut campur dalam urusan rumah tangga kita, hingga akhirnya mengundang fitnah.

Dan bab yang paling saya suka adalah 'Sebab Tak Ada Pernikahan Yang Sempurna'. Karena pada bab ini banyak sekali memberikan gambaran keromantisan antara suami dan istri. Seperti meluangkan waktu untuk berdua dan selalu berusaha memberikan yang terbaik, termasuk memberikan hadiah. Dan untuk kesekian kalinya penulis mengemukakannya berdasarkan hal-hal sederhana. Tetapi, pada bab-bab lain pun banyak yang memberikan unsur-unsur keromantisan. 

Pernikahan selalu merupakan proses dan pembelajaran yang tidak pernah selesai. Belajar bersyukur, bersabar, belajar untuk memahami, saling menjaga satu sama lain, dan belajar banyak hal lainnya. Dan yang terperting adalah semua pembelajaran tersebut merupakan proses untuk menjadi lebih baik dan semakin dewasa.

Secara keseluruhan buku ini asyik dan romantis. Memberikan banyak pelajaran berharga dari hal-hal yang selama ini kita anggap sepele. Sayangnya, pada bagian pertengahan sampai akhir, saya menemukan banyak sekali typo. Banyak rangkaian kalimat, dua sampai tiga kata yang tidak dipisahkan oleh spasi. Ini benar-benar mengganggu.

Bagi mereka yang hendak menuju jenjang pernikahan, mungkin buku ini bisa dijadikan ruang untuk sedikit mengintip kehidupan menjelang dan setelah pernikahan. Tentang sudah siapkah kita untuk menikah? Bagaimana jika belum siap? Bagaimana mengatur langkah setelah menikah? Bagaimana menjaga cinta yang sudah tertanam agar tidak mudah layu? Dan bagi yang sudah menikah, mungkin buku ini bisa dijadikan bahan perenungan dan pembelajaran untuk melihat segala hal yang berkaitan dengan rumah tangga melalui sudut pandang yang baru.

Dan setelah membaca buku ini, saya semakin berharap akan ada buku Rumah Tangga dan Sehidup Sesurga yang ditulis berdasarkan sudut pandang Teh Rizqa sebagai seorang wanita, istri, dan juga ibu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: No Place Like Home

Review: Blue Heaven Karya Mahir Pradana

Review: Sepotong Hati Yang Baru karya Tere Liye