Review: Yang Galau Yang Meracau Karya Fahd Djibran



Judul : Yang Galau Yang Meracau
Penulis ; Fahd Djibran
Editor : Boo & Nita Taufik
Konsep dan Pengembang Desain : Rizqa Abidin, Futih Al Jihadi, (What If Artwork)
Desain Sampul & Ilustrasi : M. Faizal Fikri
Lay Out : Futih Al Jihadi
Penerbit ; Kurniaesa
Tahun : Juni 2011 (cetakan keempat, April 2012)
Tebal : 226 halaman
ISBN : 978-602-99349-0-8



Kadang-kadang menjadi galau itu perlu!

Dan mungkin kita perlu saat-saat sendiri: Melihat ke dalam diri, dan berbicara dengan diri sendiri. Tak ada yang lebih kita butuhkan saat berbicara pada diri sendiri selain menjadi jujur dan apa adanya. Sebab, kegalauan lebih sering diakibatkan oleh sikap tidak jujur dan manipulatif, pada diri sendiri atau orang lain. Lepaskanlah topeng-topeng, lepaskanlah prasangka-prasangka buruk, lepaskanlah kesombongan, dengki, dendam, dan iri gati; Sebaliknya, sayangi segenap diri kita, penuhilah ruang kesadaran kita dengan cinta!

*********

Tentang Setan

Pada bab ini penulis menuangkan semua curahan hati Tuan Setan yang diutarakan kepada Raya, tokoh utama yang selama ini berteman dengan setan. Semua keluh kesahnya tentang perilaku manusia yang semakin tidak manusiawi, terlalu kreatif merespon bisikan-bisikannya, kemudian mengambinghitamkan setan demi menutupi kesalahannya.

Setelah membaca bab ini, saya coba merenungi kesalahan dan dosa-dosa saya, baik dosa yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak, secara sadar ataupun tidak. Membuat saya berfikir, masih pantaskah kita disebut manusia, makhluk paling sempurna hanya karena bermodal akal? Jika benar akal yang membuat kita sempurna, lalu apakah kita sudah benar-benar menggunakanya? Dan jika memang kita sudah benar-benar menggunakan akal kita, lalu mengapa kita masih mudah sekali terbujuk rayuan setan? Bukankah Tuhan memberikan akal, agar manusia bisa menimbang yang baik dan yang buruk?

Eits, tunggu dulu! Benarkah kita melakukan semua keburukan itu atas bujukan setan? Atau jangan-jangan, kita melakukannya atas keinginan kita sendiri? Bahkan, mungkin kita telah melakukan keburukan yang lebih hina daripada apa yang pernah dibisikan oleh setan, tapi kita terus berusaha mengambinghitamkan setan atas semua kesalahan yang kita lakukan?

"Manusia bisa lebih buruk daripada setan, juga bisa lebih baik melampaui malaikat."
(Jalaluddin Rumi)

Tentang Cinta

Bukan kegalauan karena cinta yang ses(a)at,  tapi ini berisi pesan,  puisi, surat cinta dan do'a seorang lelaki untuk wanita yang ia pilih sebagai kekasih sehidup sesurga.

Complete and perfect
Complete berarti menggenapi-menggenapkan atau melengkapi-melengkapkan hal yang tak dimiliki oleh sesuatu-seseorang.  Ia barangkali membutuhkan prasyarat "saling mengisi".

Sementara perfect bisa dipahami sebagai sebuah kondisi "yang utuh",  "kesatuan sebagai keseluruhan yang koheren" Umberto Eco. Kekurangan dan kelebihan,  yang baik dan yang buruk dalam diri seseorang itulah justru yang membuatnya sempurna.

"Jadi,  itulah sebabnya kukatakan kepadamu: bagiku,  kaulah perempuan paling sempurna yang kumau... Sebab mencintaimu,  menggenapkan seluruh hidupku." (Hal. 105)

Tentang Tuhan

Bab ini menceritakan tentang tokoh "Saya" yang berusaha menolak pesan dari gurunya:

"Jangan memikirkan zat Tuhan, pikirkanlah ciptaan-Nya!" Kata Pak Ustadz

Mungkin semua  ustadz pernah mengatakan hal yang sama agar kita berhenti mencari tahu tentang Tuhan, karena akal dan pikiran kita tidak akan mampu menjangkaunya. Tapi, kebanyakan manusia pasti pernah berpikir dan bertanya-tanya tentang Tuhan, demi meyakinkan diri bahwa Dia memang benar-benar ada. Saya pun pernah sesekali bertanya dalam hati, (si)apa Tuhan? Seperti apa wujudnya? Dimana Dia berada? Bagaimana Dia bekerja? Bagaimana bisa Dia sendiri, mengawasi semua makhluk-Nya yang berjumlah triliyunan ini dan tersebar di seluruh penjuru dunia? Lalu bagaimana Dia mengatur semuanya tanpa ada sedikit pun kesalahan?

Nah, kan. Baru sampai di sini saja saya sudah pusing. Oh,  maafkan saya juga, Pak Ustadz. Saya teler karena memikirkan zat Tuhan.

"Logikanya sebetulnya sederhana, ketika kita memikirkan "ada atau tiada"-nya Tuhan atau "masuk akal atau tidak"-nya Tuhan, pada kedalamannya kita memikirkan Tuhan sebagai keutuhan. Tuhan setidaknya "ada" dalam pikiran kita ketika kita memikirkan-Nya, Ia "masuk akal" sebagai bagian dari pikiran (akal) kita sendiri ketika tengah memikirkannya." (Hal. 180)

Saya rasa melalui buku ini, penulis seolah menuangkan kegalauannya sendiri, kemudian mengajak pembaca untuk ikut merasakan kegalauan tersebut. Saya sendiri beberapa kali terseret ke dalamnya. Saya sempat teringat beberapa peristiwa yang selama ini saya abaikan, tapi menjadi sangat menggalaukan setelah membaca buku ini. Dan, bab paling berhasil membuat saya galau dan ingin terus meracarau adalah Tentang Setan. Bab tersebut seperti cermin bagi watak manusia.

Pusing, ya? Biar lebih jelas... Silahkan baca sendiri bukunya. hehehe

Bukalah hati dan pikiranmu, jujurlah pada dirimu, dan mulailah meracaukan segala hal yang membuatmu kacau-galau! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: No Place Like Home

Review: Blue Heaven Karya Mahir Pradana

Review: Sepotong Hati Yang Baru karya Tere Liye