Review: Evergreen Karya Prisca Primasari



Judul: Evergreen
Penulis: Prisca Primasari
Editor: Anin Pratajuangga
Penata isi: Lisa Fajar Riana
Desain kover & ilustrasi: Lisa Fajar Riana
Penerbit: Grasindo
Tahun terbit: 2013






"Hati seseorang jauh lebih kuat daripada otaknya." (hal. 88)

Rachel Yumiko River tak bisa menerima kenyataan saat dipecat dari pekerjaannya sebagai editor di sebuah penerbitan ternama di Jepang. Gelas di rumahnya sudah habis karena ia pecahkan semua. Dia bukan hanya kehilangan pekerjaan, tapi juga kehilangan teman-temannya. Mereka jenuh mendengar keluahan Rachel. Rachel pun tak tahu harus berbuat apa. Kekalutannya tersebut tak sengaja membawanya ke sebuah kedai es krim yang bernama Evergreen.

Di Evergreen, Rachel bertemu dengan Yuya, pemilik kafe; Gamma dan Fumio yang selalu tersenyum ramah; ada Kari, satu-satunya pegawai perempuan yang tak menyukai Rachel; dan ada juga Toichiro, salah satu pengunjung setia Evergreen yang terlihat misterius, dan selalu membaca buku yang sama. Lezatnya es krim, alunan lagu The Beatles, dan kebahagiaan selalu menghiasi kedai tersebut setiap harinya.

"Orang-orang di kedai ini memiliki kesulitan yang mungkin tidak dialami orang lain. Tapi kami selalu berusaha untuk tersenyum. Demi orang-orang yang kami cintai." (hal. 132)

Rachel pun merasakan kehangatan setiap kali berada di Evergreen. Dia seperti menemukan rumah, hingga akhirnya Yuya memberinya tawaran untuk menjadi pelayan di Evergreen. Meskipun awalnya menolak, tapi akhirnya bujukan Yuya mampu meluluhkan hati Rachel yang keras kepala. Rachel pun perlahan mulai mengenal kehidupan para penghuni Evergreen. Yuya, Gamma, Fumio dan adiknya, Toshi, Kari, dan Toichiro, mereka sama seperti Rachel, memilihara impian, luka, dan kenangan.

**********

Setelah jatuh cinta kepada French Pink, saya pun coba mencari karya Mbak Prisca yang lain. Dan, saya temukan novel ini di aplikasi Ijak. Saya suka cover-nya, manis.

Masih sama dengan French Pink, Novel ini bersetting di Jepang. Lagi-lagi Mbak Prisca memulai kisahnya dengan tokoh perempuan yang putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya. Hanya saja, masalah yang dihadapi sedikit berbeda. Cara Mbak Prisca memulai cerita ini sangat memikat. Di dalam novel ini, saya menemukan lebih banyak teka-teki yang sangat menarik untuk diikuti.

Suasana yang semula terasa suram berubah jadi sedikit lebih cerah dengan munculnya tokoh-tokoh di Evergreen yang selalu memancarkan keceriaan. Dan, cerita semakin menarik saat penulis mulai mengungkap satu per satu masalah yang membelit di balik senyum tulus para penghuni Evergreen. Penulis mengurai kisah Evergreen ini secara perlahan-lahan, tapi tidak terkesan lambat. Tak memberikan ruang kosong sedikit pun yang bisa meimbulkan kebosanan. Cara Mbak Prisca bercerita ini membuat saya enggan mengalihkan perhatian dari novel ini sebelum sampai di halaman terakhir.

Karakter masing-masing tokoh terasa kuat. Saya paling suka dengan karakter Yuya yang terkesan apa adanya dan selalu menanggapi masalah dengan sikap tenang. Perubahan karakter Rachel pun digambarkan secara bertahap. Namun, tokoh yang paling banyak menyita perhatian saya adalah Fumio. Saya sangat tersentuh oleh hubungan Fumio dan adiknya, Toshi. Ada dialog antara mereka berdua yang hampir meneteskan air mata saya.

Tema yang diangkat sangat beragam; sahabat, karier, keluarga, dan cinta. Pesan moral yang didapat pun menyeluruh. Sebenarnya, konflik yang digali di sini sangat sederhana dan mungkin sudah sering kita jumpai dalam novel lainnya. Tapi, penulis mengemasnya dengan lebih apik. Jalan ceritanya tidak mudah ditebak, begitu pun dengan ending-nya. Tidak pernah saya duga.

Di sini penulis mengupas hal-hal sederhana yang biasa kita alami, tapi seringkali kita abaikan. Termasuk, betapa pentingnya menghargai orang lain, memahami hal-hal yang terlihat remeh. Beberapa kali saya merasa tertampar oleh uacapan yang dilontarkan para tokoh dalam novel ini.

"Memaafkan. Kata yang lucu sekali, bukan? Sesuatu yang sulit sekali diberikan. padahal dengan melakukan itu, berarti kita menyelamatkan hati kita sendiri. Pernahkah kau mendengar, bahwa ketika kau memaafkan seseorang, kau membuka lagi pintu rumah yang sebelumnya kau tutup rapat-rapat, yang telah membuatmu terperangkap dan kehabisan napas. Ketika kau memaafkan, kau pun bisa bernapas lagi. Dan hidup." (hal. 118)

Kekurangnya, kisah hidup Yuya dan keluarganya belum terjawab semua, sedangkan porsi Fumio dan Toshi terlalu banyak, menurut saya. Selebihnya, tidak perlu dijelaskan lagi bahwa saya sangat menyukai karya Mbak Prisca yang satu ini. Saya juga akan berburu karya beliau yang lain, dan selalu menanti karya-karya terbarunya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: No Place Like Home

Review: Blue Heaven Karya Mahir Pradana

Review: Sepotong Hati Yang Baru karya Tere Liye