Review: The Book of Lost Things (Kitab Tentang yang Telah Hilang) Karya John Connolly


Judul : The Book of Lost Things (Kitab Tentang yang Telah Hilang)
Penulis : John Connolly
Alih Bahassa : Tanti Lesmana
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Cetakan keempat, April 2010
Tebal : 472 halaman
ISBN : 978-979-22-3879-2







"Kadang-kadang sebuah cerita sepertinya memaparkan satu hal, tapi sebenarnya intinya tentang hal yang sama sekali lain. Ada makna tersembunyi di dalamnya, dan makna inilah yang mesti dipancing keluar." (Hal.47)

Dongeng ini mengisahkan tentang David, seorang anak lelaki berusia dua belas tahun yang mewarisi hobi membaca dari ibunda tercintanya. David menyukai cerita-cerita tua, seperti  mitos, legenda dan dongeng. Saat ibunya terbaring sakit, senang sekali mendengarkan David membacakan cerita semacam itu. Namun, setelah ibunya meninggal, David kehilangan teman membaca dan bercerita. David memang menjadi lebih dekat dengan ayahnya, tapi ayahnya tak menyukai buku cerita. David pun akhirnya berusaha menghindari kisah-kisah lama yang dulu sering ia baca, karena itu semakin mengingatkan David kepada ibunya. Namun, mereka seperti menolak untuk dilupakan. Tiba-tiba, David bisa mendengar buku-buku saling bercakap.

Selang 6 bulan sepeninggalan ibunya, David harus kembali menerima kenyataan buruk. Ayah David memutuskan untuk menikah lagi dengan perempuan bernama Rose yang telah mengandung lebih dahulu. Setelah kelahiran adiknya--Georgie, mereka sekeluarga pindah ke rumah lama Rose demi menghindari perang yang saat itu tengah terjadi di London.

"Kalau ingin menyalahkan orang lain atas suatu perbuatan buruk, pastikan orang itu ada pada tempat yang tepat." (Hal. 182) 

Meski David belum bisa menerima kenyataan bahwa kini perhatian ayahnya lebih banyak tercurah kepada Rose dan Georgie, tapi ia sedikit senang karena di rumah barunya, David tinggal di sebuah kamar yang dipenuhi dengan buku. Kamar bekas Jonathan Tuvle yang juga seorang kutu buku seperti David. Namun, suara buku-buku tersebut terdengar semakin jelas. Bahkan, David mulai memimpikan makhluk-makhluk yang ia temui dalam dongeng-dongeng yang ia baca, hingga melihatnya secara langsung di dunia nyata. Ia pun beberapa kali mendengar suara ibunya, mengaku masih hidup, dan meminta pertolongan David.

"Memang berat sekali. Begitu banyak yang telah diambil darimu, tapi barangkali banyak juga yang telah diberikan." (Hal. 250)

Imajinasi David semakin liar. Puncaknya adalah saat ia diperlakukan kasar oleh ayahnya dan ibu tirinya. David pun mengikuti suara ibunya yang semakin terdengar jelas. Memasuki sebuah celah di dekat halaman rumahnya. Di sanalah petualangan David dimulai, di sebuah dunia--yang menurut David mungkin dunia kematian. David bertemu dengan Tukang Kayu, prajurit, manusia serigala, troll, gadis bertudung merah, dan makhluk asing lainnya yang selama ini hidup dalam dongeng. Agar bisa kembali ke dunianya, David harus menemui Sang Raja, yang konon memiliki sebuah kitab yang berisi seluruh rahasia.

Perjalanan menuju kastil raja penuh dengan rintangan dan bahaya, sebab sebagian penghuni di sana membantu David, tapi sebagian lainnya ingin memangsa David. Namun, ada satu makhluk yang tak diketahui akan menolong atau mencelakakan David: Si Lelaki Bungkuk. Di tengah ketakutan dan kelelahan David, Si Lelaki Bungkuk datang memberikan tawaran. Ia akan mengantar David pulang ke dunianya setelah David memberitahu nama adik tirinya. David pun dilanda kebimbangan. Ia tergiur dengan tawaran tersebut, tapi tak bisa percaya sepenuhnya. Sementara itu, ia juga masih ingin mencari ibunya.

"Segala sesuatu ada harganya, dan sebaiknya cari tahu dulu harga itu sebelum membuat kesepakatan. " (Hal. 322)

*********
  
Kesermpatan untuk membaca buku ini saya dapatkan dari program bookcrossing yang diadakan oleh komunitas Mocco Bukku. Mengenai bookcrossing akan saya jelaskan di lain waktu. hehe.... Ini adalah kali pertama saya menjadi bookcrosser, dan senang sekali ketika saya bisa menjadi bookcrosser pertama untuk buku The Book of Lost Things ini, alias dipilih dan dikirim langsung oleh pendonornya: Mbak Nina.

Sudah lama sekali saya tidak membaca dongeng fantasi semacam ini, dan dongeng yang diceritakan dalam buku ini terasa begitu segar. Dunia tempat David tersesat tersebut adalah tempat dongeng-dongeng terkenal dunia berubah menjadi dongeng baru yang belum kita kenal. Diantaranya, Sleeping Beauty yang jadi terkesan horor, dan Snow White yang digambarkan sebagai sosok perempuan yang sangat menyebalkan.

Karakter David terasa kuat dengan berbagai perasaan yang melingkupinya: takut, marah, sedih, tapi juga cerdik. Saya bisa ikut merasakan kesedihan David saat ia kehilangan ibunya, kemudian seperti dilupakan oleh ayahnya. Begitu pun rasa takutnya ketika terjebak di sebuah negeri yang sangat asing. Namun, di tengah perasaan yang membuatnya tidak nyaman itu, David masih bisa berpikir dengan cerdik ketika terhimpit masalah.

Tokoh-tokoh pendukung pun tak kalah menarik. Di dunia yang dimasuki David tersebut, banyak makhluk asing yang memiliki tubuh campuran antara manusia dan hewan. Tapi, di antara semua tokoh yang bisa memangsa David kapan saja, saya justru lebih takut saat David berhadapan dengan Si Lelaki Bungkuk. Saya tidak bisa menduga-duga siapa dia sebenarnya. Auranya sangat misterius.  

Saya kagum dengan imajinasi penulis dalam menciptakan dunia fantasi beserta tokoh-tokoh asingnya. Penulis juga berhasil mendeskripsikannya secara detail hingga pembaca bisa ikut masuk ke dalam dunia tersebut. Apalagi, banyak adegan-adegan mengerikan yang telah membuat saya mengalami mimpi buruk: kekerasan, pertumpahan darah, mutilasi, jantung dan usus terburai. Semua diuraikan secara gamblang. Penulis berhasil membuat saya hanyut dalam suasana yang mencekam. Selain itu, plot twist-nya terasa sangat mengalir, karena selama membaca, saya sama sekali tidak berusaha untuk menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya.

Dan, yang terpenting, ada pelajaran yang bisa diambil dari dongeng ini. Petualangan David ini merupakan proses pendewasaan. Belajar menerima kenyataan, menentukan pilihan, serta mengendalikan rasa takut dan benci, sebab pertarungan terbesar ialah ketika kita harus melawan diri sendiri.

Seperti yang telah dikatakan di sampul belakang, bahwa dongeng ini diperuntukan bagi orang dewasa. Meski tokoh utama dalam dongeng ini adalah seorang anak kecil, tapi buku ini tentu saja bukan untuk dikonsumsi oleh anak-anak. Kesimpulannya, buku ini telah meliarkan imajinasi saya, sekaligus membuat saya takut untuk berimajinasi, karena

Segala sesuatu yang bisa dibayangkan adalah nyata. (Pablo Picasso)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: No Place Like Home

Review: Blue Heaven Karya Mahir Pradana

Review: Sepotong Hati Yang Baru karya Tere Liye