Review: Hamdim, Pistim, Yandim Karya Ayun Qee


Judul : Handim, Pistim, Yandim
Penulis : Ayun Qee
Pemeriksa Aksara : Misni Parjiati
Tata Sampul : Ferdika
Tata Isi : Fitri Raharjo
Pracetak : Antini, Dwi, Wardi
Penerbit : DIVA Press
Terbit : Cetakan pertama, Desember 2013
Tebal : 255 halaman
ISBN : 978-602-255-391-5




"Kita memang tak bisa benar-benar melupakan seseorang, hanya berhenti memikirkan." (hal. 56)

Kimya tak sengaja menemukan bukti perselingkuhan ayahnya dan Tante Mel. Sejak itu, Tante Mel sering melayangkan ancaman kepada Kimya. Sejak saat itu pula Kimya mulai sering mengalami mimpi buruk, berhalusinasi, dan mudah curiga kepada orang-orang di sekitarnya, termasuk kekasihnya, Galang. Kimya menganggap semua orang bersekongkol dengan Tante Mel untuk mencelakakan dirinya, hingga akhirnya ia divonis mengidap skizofrenia. Tak sampai di situ, teman-teman sekolahnya bahkan menganggap bahwa Kimya mengalami kelainan jiwa. Kondisi tersebut membuat Galang berpaling darinya.

Di tengah kesepian itulah Kimya mulai mengalami mimpi aneh. Ia beberapa kali bertemu dengan Zohal, pria berwajah perpaduan Eropa dan Timur Tengah serta bermata biru. Zohal selalu berusaha menenangkan Kimya sembari mengucapkan "Hamdim, Pistim, Yandim", hingga suatu hari Zohal meminta Kimya untuk datang ke Konya, Turki pada acara Shebi Arus. Seiring berjalannya waktu, Kimya pun merasakan kebahagiaan dan kehangatan setiap kali berada di dekat Zohal.

"Kata ibuku, ada tiga tamu yang datang tiba-tiba, tanpa janjian: cinta, rezeki, dan kematian. jika saatnya tiba, cinta yang akan menghampirimu secara tiba-tiba." (Hal. 153)

"Jika di dunia nyata aku tak bahagia, maka boleh, kan,kuharap kebahagiaan meski hanya dalam mimpi."  (Hal. 155)

Kimya meyakini bahwa mimpinya tersebut adalah sebuah petunjuk. Ia pun memutuskan memenuhi permintaan Zohal untuk pergi ke Turki. Namun, seluruh anggota keluarganya tentu saja tak mengizinkannya pergi seorang diri. Tante Alma pun datang bak dewi penyelamat. Kimya akhirnya berangkat ke Turki bersama Tante Alma yang kebetulan memiliki keperluan tugas di Ankara, Turki. Di sana. mereka menumpang di rumah kenanalan Tante Alma, Tante Shanaz yang hanya tinggal bersama putranya, Kiral.

Meski Kimya telah berhasil menginjakkan kaki di tanah kelahiran Jalaludin Rumi, tapi menemukan seseorang yang hanya dikenalnya melalui mimpi bukanlah perkara mudah. Apalagi, fakta tentang orang-orang bermata biru membuatnya ragu dan takut.

*******

Sebenarnya, yang membuat saya tertarik untuk membaca buku ini adalah salah satu tema yang diangkat: skizofrenia. Namun, rupanya itu tak banyak dibahas. Tidak ada adegan-adengan menegangkan atau peristiwa-peristiwa ganjil seperti yang saya harapkan. Novel ini lebih mengarah kepada kisah romance.

Jujur saja, bagi saya, jalan cerita dalam novel ini terasa datar. Tidak ada konflik yang berarti, yang bisa mengaduk-aduk perasaan pembaca. Saya hanya merasakan itu di bagian awal, saat Kimya mengalami mimpi buruk. Karakter Kimya juga tidak terlalu kuat. Lalu, ada satu hal yang sangat disayangkan: penulis sama sekali tidak mendeskipsikan tentang perawakan Kimya. Saya tidak bisa membayangkan sosok Kimya; seperti apa wajahnya, seberapa tingginya, warna kulitnya. Bahkan, umurnya pun tidak disebutkan. Menurut saya itu perlu dijelaskan sejak awal, mengingat Kimya adalah tokoh utama dalam novel ini.

Kemudian, sosok Zohal yang di awal cerita sempat menimbulkan tanda tanya pun pada akhirnya tidak terlalu menarik perhatian. Saya justru lebih terkesan dengan hadirnya sosok Kiral yang selalu memberi perhatian kepada Kimya. Kiral ini bisa membuat para wanita iri kepada Kimya. Hmmm....

Meski tidak sesuai harapan, penulis berhasil menahan saya untuk tetap membaca hingga halaman terakhir demi memuaskan rasa penasaran saya. Penulis menyimpan dengan rapat segala hal tentang Zohal dan tiga kata yang sering diucapkannya. Selain itu, saya juga merasa dimanjakan dengan nuansa Turki yang dijabarkan dengan cukup detail oleh penulis, terutama saat perayaan malam pengantin. Ditambah lagi dengan sedikit menceritakan tentang Jalaludin Rumi.

Sebenarnya, ide penulis untuk bisa menghubungkan Kimya dengan Jalaludin Rumi cukup menarik. Saya rasa penulis telah melakukan riset yang mendalam tentang Turki meski beliau belum pernah mengunjunginya. Namun, andai penyakit skizofrenia yang diderita Kimya lebih digali lagi dalam novel ini, mungkin akan lebih menarik. 

Terlepas dari semua kekurangan tersebut, novel ini tetap layak dibaca, terutama jika kalian ingin sedikit menambah pengetahuan tentang Turki dan Jalaludin Rumi.

"Kebahagiaan tidak datang dengan mencari alasan, namun harus diciptakan. Dengan berterima kasih kepada Tuhan." (Hal. 125)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: No Place Like Home

Review: Sepotong Hati Yang Baru karya Tere Liye

Review: Blue Heaven Karya Mahir Pradana