Review: Rahasia Sunyi Karya Brahmanto Anindito


Judul: Rahasia Sunyi
Penulis: Brahmanto Anindito
Editor: eNHa
Proofreader: Ibnu Rizal & Christian Simamora
Penata letak: Wahyu Suwarni
Desainer cover: Jeffri Fernando
Penerbit: GagasMedia
Cetakan: Pertama, 2012
Tebal: 361 halaman
ISBN: 979-780-611-1




"Yesterday is history. Tomorrow is mistery. And today... is a gift. 
That's why we call it 'the present'." (hal.100)

Lautan Angkasawan, pria berusia 20 tahun, berprofesi sebagai pegawai outsourching. Ia secara tidak sengaja bertemu dengan seorang pria paru baya berkebangsaan Australia yang bernama Lachlan Fowler, ayah dari mantan kekasihnya yang telah meninggal, Kirey Fowler. Saat itu, Lachlan mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap hasil penyidikan polisi atas kecelakaan di pegunungan Kerinci yang telah menewaskan putrinya. Lachlan pun meminta Lautan untuk pergi ke Kerinci.

Lautan melaksanakan penyelidikan dengan berbekal scrapbook dan MP3 yang berisi perjalanan Kirey selama di Sumatera, serta laptop yang masih di-password. Ia pun pergi ke Kerinci. Di sana, ia menginap di rumah Om Inal, paman Kirey yang hanya tinggal bersama Ibu Elita, nenek Kirey. namun, siapa sangka, rumah yang dihuni oleh orang-orang yang sangat ramah itu ternyata terasa menakutkan bagi Lautan. Di hari pertama Lautan menginap, dia sudah mengalami sebuah peristiwa ganjil.

Selama proses penyelidikan, Lautan dan Lachlan Fowler saling berbagi informasi melalui Quora-- sebuah aplikasi tanya jawab--dengan kata kunci Kirey Fowler. Pada hari ke tiga, Lautan tiba-tiba mendapatkan notifikasi dari seorang Anon User. Dia mengatakan:

"Roa yang bunuh Kirey"

Lautan pun langsung mencari informasi dan segera menemui Roa. Di sinilah petualangan Lautan dimulai. Ia harus menghadapi Pak Randu, supir travel yang menyebalkan, Roa yang misterius, dan juga liarnya hutan Kerinci.

Sementara di Jakarta, Tiara, kekasih Lautan, berusaha mencari tahu tentang Anon User tersebut. Namun, ia justru mendapati fakta-fakta lain yang diceritakan oleh Randy Fowler, kakak Kirey. Tentang kepribadian Kirey, hubungan keluarga mereka, dan satu hal yang sangat digemari oleh Kirey sejak kecil. Dari diskusi tersebut, Tiara mencurigai adanya motif lain di balik penyelidikan kronologi kematian Kirey tersebut.

"Kerinci itu emang sepi, sunyi. Tapi, ada rahasia di balik sunyinya." (hal. 361)

*********

Saya tidak menyangka ternyata novel ini sangat berwarna. Dibuka dengan teka-teki kematian seseorang, dilanjutkan dengan peristiwa horor, kemudian muncul tokoh yang berprofesi sebagai dukun, dan begitu seterusnya, memunculkan tokoh-tokoh baru yang membuat penasaran.

Novel ini membahas tentang banyak hal. Mengambil latar yang jarang disentuh oleh penulis lain: ranah Minang. Di sini terasa sekali penggambaran sebuah wilayah yang masih perawan; sepi dan dikelilingi hutan. Suatu daerah yang masyarakatnya masih sangat memercayai hal-hal berbau klenik. Selain itu, penulis juga sempat menyinggung tentang ateisme, karena salah satu tokohnya merupakan penganut keyakinan tersebut. Bahkan, di novel ini banyak membahas tentang salah satu aspek yang berpengaruh dalam perkembangan ekonomi. Penulis juga memasukkan salah satu tokoh yang menderita hemofilia. Selain itu, banyak menggunakan aplikasi-aplikasi yang kurang terkenal. 

Banyaknya informasi yang dituangkan di dalam novel ini memang jadi terkesan tidak fokus pada  topik utamanya. Namun, saya mengagumi kepiawaian penulis yang mampu menggabungkan semua unsur tersebut secara rapi, dan yang penting, logis. Semuanya saling berkaitan, sehingga sangat menarik untuk diikuti, dan menambah pengetahuan, tentunya.

Saya juga suka penggambaran setiap karakter tokohnya. Lautan Angkasawan, nama yang tendengar unik sekaligus ambisius. Tapi, itu sesuai dengan karakternya yang pantang menyerah, dan benar-benar strong. Saya agak skeptis membayangkan sosok Lautan di dunia nyata. Jatuh ke jurang, terbentur di sana-sini, tapi tetap sehat wal'afiat, seperti tidak terjadi apa-apa. Dia juga bak dewa penyelamat bagi kekasihnya, Tiara, yang mengidap hemofilia. Di sisi lain, saya juga sering kali gemas dengan sikap gegabahnya dalam mengambil keputusan. Tidak berpikir panjang terlebih dahulu.

Kirey, meskipun hanya diceritakan lewat scrapbook-nya, tapi kepribadiannya sudah cukup memikat. Di usianya yang masih terbilang muda, ia punya cara berpikir yang sangat visioner. Ada pula Tiara yang sangat pengertian terhadap Lautan. Meskipun Lautan masih rela mempertaruhkan nyawanya demi kasus Kirey, tapi ia tidak menaruh rasa cemburu yang membabi buta. Kemudian Randy Fowler, saya bisa ikut merasakan betapa kesalnya Kirey memiliki seorang kakak laki-laki yang sangat cerewet seperti dia. Hubungan Randy dan Kirey ini bisa sedikit memberikan hiburan di tengah ketegangan cerita. Selain itu, tokoh-tokoh pendukungnya pun berkembang dengan menarik. Beberapa tokoh ternyata memiliki karakter yang berbeda dengan dugaan saya di awal cerita.

Mengenai gaya bercerita, di sini lebih banyak tell daripada show. Oleh sebab itulah, saya kerap kali merasa digurui oleh penulis. Misalnya, saat menjelaskan tentang hemofilia dan ateisme. Saya merasa seperti sedang membaca textbook. Mungkin ada baiknya jika penjabaran tersebut dimasukkan ke dalam dialog saja. Akan tetapi, satu hal yang patut diapresiasi adalah, novel ini sama sekali tidak terasa membosankan, karena saya sering kali merasa bosan setiap membaca novel dengan gaya bercerita seperti ini. Banyak teka-teki yang bertaburan di sepanjang cerita. Plot twist-nya tidak mudah ditebak.

Bagi saya, suasana thriller-nya sendiri tidak seintens yang dijanjikan pada sampul belakang. Tapi, untu horornya, berhasil membayang-bayangi saya setelah menutup buku ini. Di awal penulis telah menyuguhkan adegan horor. Kemudian adegan di kamar mandi pun telah membuat saya merinding; tidak berani ke kamar mandi seorang diri di malam hari. Saya juga dibuat ngeri oleh adegan swaamputasi paha yang dilakukan hanya dengan menggunakan pisau kecil.

Tapi, ada satu hal lagi yang masih mengganjal di kepala saya. Sedikit SPOILER, di akhir cerita disebutkan bahwa Aria meninggal sekitar 8 bulan setelah kematian Kirey. Itu artinya, si pemilik rumah punya kesempatan untuk mengambil barang incaran mereka sebelum dijaga oleh Aria. Tapi anehnya, sejak awal diceritakan bahwa Aria adalah satu-satunya penghalang bagi si pemilik rumah. Mungkinkah ada kesalahan di bagian ini?

Namun, berkat cerita yang menarik ini, saya masih bisa memaafkan kesalahan tersebut. Semua yang dituangkan oleh penulis telah berhasil membuat saya tak sabar untuk menamatkan novel ini, sekaligus takut untuk membuka halaman-halaman berikutnya. Novel ini telah membuat saya gelisah di tengah kesunyian.
   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: No Place Like Home

Review: Blue Heaven Karya Mahir Pradana

Review: Sepotong Hati Yang Baru karya Tere Liye