[Blogtour] Review: Asrama Karya Muhammad Fatrim


Judul: Asrama
Penulis: Muhammad Fatrim
Penerjemah: Shahida Harun
Penyunting: Cerberus404
Penyelaras aksara: Seplia
Desainer sampul: Pola
Penata sampul: @faridaaaa_
Penerbit: Haru Media
Tahun terbit: Cetakan pertama, September 2017
Tebal: 293 halaman
ISBN: 978-602-6383-27-3



Dahlia tiba-tiba memaksa ingin pindah dari sekolah favorit di Sabah ke asrama putri SMK Sri Bayu, Kota Kinabalu, sebuah sekolah yang menurut ayahnya memiliki kondisi yang sangat buruk. Asrama di sekolah baru Dahlia itu memang terlihat sedikit usang. Cat dindingnya terlihat pudar dan berlumut. Di belakang asrama juga terdapat pohon ara yang besar dan tak terawat sehingga tampak menyeramkan.

Siswi di asrama tersebut terbagi dalam tiga golongan kasta: Queen, Princes, dan Slave. Queen adalah golongan tertinggi yang terdiri dari siswi tingkat 6. Mereka sering menindas dan memperbudak Slave, golongan terendah yang terdiri dari siswi tingkat 4. Awalnya Dahlia tak menghiraukan pembagian kasta tersebut. Namun, ia baru mengerti ketika perkenalan pertamanya dengan geng Queen, Dahlia sudah diperlakukan dengan semena-mena.

Karena sakit hati atas perlakuan geng Queen, Dahlia bertekad untuk membalaskan dendamnya, menyingkirkan satu per satu anggota geng Queen. Dahlia pun mendapat ide untuk meminta bantuan dari makhluk gaib. Ia mengajak ketiga teman sekamarnya, Lena, May, dan Farah, untuk bermain spirit of the coin, permainan semacam jailangkung. 


"Sebelum itu aku ingin kalian pikirkan baik-baik, karena apa yang kita minta nggak bisa ditarik. Sekali kita melangkah, nggak ada jalan kembali. Ingat!" (hal. 40)

Setelah Dahlia dan teman sekamarnya nekat memainkan spirit of the coin, keesokan harinya satu per satu anggota geng Queen mulai diganggu oleh makhluk gaib. Namun, rupanya gangguan tersebut juga menghampiri Dahlia. Dahlia mulai sering mengalami mimpi buruk. Hampir setiap malam Dahlia mendengar suara orang berbicara dan merasakan ada aktivitas di dalam kamarnya, tapi Dahlia tak melihat apapun. Dan anehnya, teman sekamar Dahlia seperti tidak pernah merasakan itu semua.

Bukan hanya itu, setelah berbulan-bulan tinggal di asrama, Dahlia juga merasa bahwa para penghuni asrama itu sering bertingkah aneh. Ada Maria dan Ira yang sering tiba-tiba muncul saat Dahlia sedang sendiri, lalu tiba-tiba menghilang lagi. Mereka juga kerap mengatakan sesuatu yang tak dimengerti oleh Dahlia. Begitu pula dengan makcik bercadar, penjual kue yang sering menjajakan dagangannya dari balik pagar. Ada juga Pak Darus, penjaga sekolah yang biasa melakukan ritual aneh di sekitar pohon ara.

"Hanya teman sekamarnya saja yang tidak aneh. Namun kadang-kadang juga terasa bahwa temannya itu seolah-olah menyembunyikan sesuatu darinya." (hal. 209)

*********

Sejak pertama kali melihat gambar sampul novel ini, saya langsung tertarik. Tanpa perlu membaca sinopsisnya, sudah bisa ditebak bahwa "Asrama" adalah novel horor. Dan jujur saja, saya lebih menyukai sampul versi Indonesia daripada versi aslinya. 😊 Sederhana, tapi eye catching dan sangat sesuai dengan isi cerita.

Ini adalah kali pertama saya membaca novel horor Malaysia. Saya suka cara Muhammad Fatrim membuka ceritanya. Tanpa basa-basi, langsung menyajikan adegan pembunuhan, menimbulkan ketegangan sekaligus tanda tanya yang menarik perhatian pembaca. Kemudian, cara penulis menggambarkan kondisi asrama pun sejak awal sudah memberikan kesan angker. Apalagi, ditambah dengan riwayat mengerikan tentang pohon ara. Perilaku tokoh-tokohnya yang tampak misterius, serta peristiwa-peristiwa ganjil yang terjadi setiap harinya pun membuat saya benar-benar merasa dihantui sekaligus penasaran.

Menurut saya, di dalam novel ini penulis berhasil menciptakan atmosfer horor yang nyaris intens. Diceritakan melalui sudut pandang orang ketiga, membuat pembaca bisa dengan mudah hanyut dalam situasi mencekam yang berusaha diciptakan oleh penulis, dan juga merasakan secara langsung hal-hal menakutkan yang mengintai para tokohnya. Selain itu, sosok-sosok makhluk halus yang dideskripsikan dalam novel ini pun tidak jauh berbeda dengan makhluk halus yang sering diceritakan di Indonesia, seperti manusia tanpa kepala dan penampakan wajah di balik cermin.
     
Namun, di pertengahan saya sempat merasa jenuh karena cerita berjalan dengan lambat. Terdapat beberapa adegan yang diulang-ulang. terutama adegan yang terjadi di dalam kamar saat malam hari. Berbagai misteri yang berlalu begitu saja tanpa ada kejelasan pun membuat plot jadi terkesan kurang rapi. Tapi, di sisi lain, itu juga yang membuat saya enggan melepas novel ini sebelum benar-benar menamatkannya, demi menuntaskan rasa penasaran saya terhadap semua teka-teki di balik asrama dan para penghuninya. Dan, ending-nya memang sangat mengejutkan, banyak twist yang di luar dugaan. Tapi, dengan begitu, saya juga akhirnya menemukan beberapa plot yang terasa janggal. Entah apakah itu memang terlewat atau akan terjawab di novel Asrama 2.

Dari segi tokoh, bagi saya tidak ada yang benar-benar istimewa. Barangkali potongan-potongan kejadian yang diceritakan secara singkat membuat karakter para tokoh di sini jadi kurang terbangun dengan kokoh.

Novel Asrama bukan hanya membahas tentang kehidupan di asrama dengan segala kegiatannya yang selalu terjadwal, dan beragam aturan yang harus dipatuhi. Di sini juga membahas tentang hal-hal yang akrab dengan kehidupan remaja; persahabatan, bullying, serta kenakalan seperti keluar dari asrama tanpa izin, sampai perbuatan menyimpang lainnya, dan tentu saja ada sedikit sentuhan romance. Ya... sayang, untuk unsur romance-nya masih terasa tanggung.

Saya sebenarnya tidak tahu persis tentang pengait kepala di Sabah yang diceritakan dalam novel ini betul-betul pernah terjadi atau hanya sebatas mitos. Tapi, saya pribadi selalu menyukai cerita-cerita yang mengandung unsur sejarah, mitos, ataupun legenda di suatu daerah, dan di sini penulis mengeksekusinya dengan baik. Dari novel Asrama ini kita juga bisa mengambil pelajaran bahwa kita perlu memercayai keberadaan makhluk gaib. Tapi, bagaimana pun kehidupan kita dan mereka tetaplah berbeda. Maka, tidak sepatutnya mengganggu hidup mereka atau memaksa mereka untuk masuk ke dalam kehidupan kita. Apalagi, sampai meminta bantuan mereka. Itu jelas perbuatan syirik.

Saya baru pertama kali membaca novel hasil terjemahan dari Penerbit Haru, dan saya menikmatinya, tidak terasa kaku dan berat. Meskipun diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, di sini juga masih menyisakan gaya bahasa khas Malaysia yang cenderung memadukan antara bahasa Melayu dan bahasa Inggris, seperti kata best dan fly (saya sempat salah memaknai kata ini 😆). Ada juga bahasa asli dan slang Melayu yang tetap digunakan: potong stimp, prep, andartu, mati katak, dll. Novel ini juga bisa menambah pengetahuan kita tentang beberapa kebiasaan orang Malaysia, dan berbagai makanan khas yang ada di sana.

Secara keseluruhan, saya rasa novel ini akan cocok untuk kalian para penggemar horor, dan menyukai cerita yang penuh dengan misteri. Kalian bisa melahap novel horor rasa Malaysia ini di tengah kesunyian malam untuk menambah bumbu-bumbu ketegangan.

*********

GIVEAWAY

Sudah baca review di atas, dan review dari dua host sebelumnya? 
Penasaran ingin membaca novel ini?
Tenang, Penerbit Haru sudah menyiapkan novel ini untuk kamu yang beruntung.
Syaratnya mudah; kalian hanya perlu mengikuti rangkaian Blogtour Novel Asrama ini dari tanggal 28 Oktober sampai 5 November. Kemudian, kalian harus menjawab semua pertanyaan yang diberikan di setiap blog yang tercantum dalam banner di bawah ini, dan tunggu informasi yang akan diberikan di  fanspage Penerbit Haru pada tanggal 7 November untuk mengetahui syarat selanjutnya. 

Inilah pertanyaan dari saya:

"Siapa nama dua teman Dahlia yang sering muncul dan menghilang secara tiba-tiba?" 

Semoga beruntung. 😊

   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: No Place Like Home

Review: Blue Heaven Karya Mahir Pradana

Review: Sepotong Hati Yang Baru karya Tere Liye