Moonlight's Lullaby Karya Khi-khi Kiara

Judul: Moonlight's Lullaby
Penulis: Khi-khi Kiara
Penyunting: Diara Oso
Penyelaras akhir: RaiN
Ilustrator: Khi-khi Kiara
Tata sampul: Amalina
Tata isi: Violetta
Pracetak: Wardi 
Penerbit: Laksana Fiction
Tahun terbit: 2017
Tebal: 232 halaman
ISBN: 978-602-407-207-0




Alisha adalah gadis berusia delapan tahun yang tinggal di Brooklyn, New York, bersama ayah dan kakak laki-lakinya, Euro. Alisha memiliki ayah dan kakak yang sangat menyayanginya. Tapi, itu tak mampu memberikan kebahagian yang utuh baginya. Selain merindukan sosok ibu, Alisha juga sering mengalami mimpi-mimpi ganjil. Ia mendengar alunan musik yang membuat kepalanya sakit, ia juga melihat tempat-tempat dan sosok asing.

Suatu hari, sebuah kecelakaan membawa suara musik itu ke kehidupan nyata Alisha. Menjelang tengah malam, ia mendengar piano di rumahnya berdenting, tapi ayah dan kakaknya tak mendengar suara itu. Mereka menganggap Alisha hanya berhalusinasi. Pada malam berikutnya, Alisha memberanikan diri menghampiri sumber suara, memastikan bahwa memang ada yang sedang bermain piano.

Sejak saat itu, hidup Alisha sedikit berubah, ia menemukan teman baru dan mulai merasakan kehangatan. Ia juga tak lagi merasa terganggu dengan alunan musik yang tiba-tiba muncul. Namun, ayah dan kakaknya justru semakin mengkhawatirkan kondisi Alisha.

*********

"Sering kali apa yang kita lihat dan rasakan adalah hasil ketakutan kita sendiri." (hal. 147)

Novel ini diceritakan melalui POV 1, Alisha. Tentu saja menggunakan gaya bahasa yang sesuai dengan usia Alisha; ringan dan polos. Penulis juga berhasil menunjukkan karakter seorang anak berusia delapan tahun yang cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

Saya bisa dengan mudah berempati pada Alisha, merasakan kesepiannya karena tak pernah mendapat kasih sayang dari seorang ibu, juga kekesalannya ketika Alisha bingung dengan suara dan sosok yang ia temui, tapi tak ada seorang pun yang memercayainya. Namun, jika berbicara mengenai ketakutan, saya kurang bisa merasakannya. Saya memang sempat tegang setiap kali Alisha ingin menemui sosok hantu yang bermain piano, tapi itu hanya sementara. Ibaratnya, saya hanya seperti orang yang dikagetkan.

Deskripsi yang kurang detail membuat pembaca kurang bisa merasakan suasana horor dalam novel ini. Bahkan, saya sendiri sulit untuk masuk ke dalam dimensi lain yang diceritakan oleh Alisha. Penggambaran sosok teman baru Alisha pun hanya sebatas berambut pirang dan bermata biru, tidak lebih. Begitu pun dengan setting-nya, saya tidak merasa sedang ada di New York karena tidak ada gambaran yang jelas, baik dari segi suasana ataupun bahasanya.

Satu hal yang cukup memanjakan pembaca adalah ilustrasi isinya yang ternyata dibuat oleh penulis sendiri. Setidaknya bisa sedikit memberikan gambaran ruangan yang biasa ditempati oleh Alisha. Dua ilustrasi terakhir pun cukup mampu memancarkan kesan horor.

Selain itu, ada juga sedikit typo:
Kata "was-was" seharusnya ditulis "waswas"
Untuk menunjukkan waktu, seharusnya menggunakan kata "pukul", sedangkan di sini selalu menggunakan kata "jam"
Di halaman 59 terdapat kalimat "tapi aku sengaja ingin tidur sebelum jam 11, untuk memeriksa suara piano yang kemarin." Mungkin yang dimaksud di situ adalah "tak ingin".

Tema novel ini memang horor, tapi secara keseluruhan yang saya rasakan bukanlah takut terhadap hal-hal yang ditemui oleh Alisha, melainkan iba terhadap kondisi Alisha. Meskipun masih terdapat beberapa kekurangan dalam novel ini, untuk sebuah karya debut, idenya cukup menarik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: No Place Like Home

Review: Sepotong Hati Yang Baru karya Tere Liye

Review: Blue Heaven Karya Mahir Pradana