Review: A Hole in The Head


Judul        : A Hole in The Head
Penulis     : Annisa Ihsani
Penerbit   : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan   : Pertama, 2017
Tebal        : 232 halaman
ISBN       : 978-602-03-7744-5








 “Terkadang ada hal-hal yang melampaui jangkauan indra kita. Dan di baliknya, kau akan melihat bahwa dunia ini lebih rumit daripada yang kaukira. Ada keberadaan yang tidak bisa kaulihat, tapi tetap bisa kaurasakan. Penting membuka pikiranmu terhadap kemungkinan-kemungkinan.” (hal. 77)

Sudah sepatutnya kita memercayai hal-hal gaib yang ada di sekitar kita. Bahkan, sebagian makhluk gaib memang bertujuan mengganggu manusia, baik dengan cara menghasut atau menakut-nakuti. Namun, apakah segala kejadian di luar nalar yang kerap meresahkan manusia merupakan perbuatan makhluk gaib, yang biasa kita sebut ‘hantu’? Itulah yang menjadi teka-teki dalam novel ini.

Cerita berawal dari batalnya rencana Ann untuk berlibur di rumah nenek, sementara sang ibu harus bertugas ke tempat lain. Maka, pilihan terakhir adalah mengunjungi ayahnya yang telah lama berpisah dengan ibunya dan telah menikah lagi. Gadis berusia tiga belas tahun itu memiliki ibu tiri yang baik hati, Mama Nina. Selama liburan, ia bisa tinggal di Mönchblick Inn, penginapan milik Mama Nina.

Mönchblick Inn merupakan penginapan paling terkenal di Lauterbrunnen. Penginapan tersebut selalu ramai pengunjung, sebab dikelilingi oleh pemandangan yang indah dan selalu memberikan pelayanan yang baik. Tapi itu dulu, satu setengah tahun yang lalu sebelum ada testimoni negatif tentang Mönchblick Inn di situs-situs web travel.

Para pengunjung mengaku mendengar suara ketukan di pintu kamar mereka dan suara langkah kaki tanpa sosok di koridor. Ditambah lagi dengan kabar mengerikan tentang kamar 303. Bahkan, seorang pegawai mengundurkan diri dari Mönchblick Inn setelah ketakutan melihat bayangan seseorang di kamar 303, yang diduga merupakan arwah Matteo, laki-laki yang bunuh diri di pohon dekat penginapan. Rumor yang beredar mengatakan bahwa, arwah Matteo tidak tenang karena pohon tempat ia gantung diri telah ditebang demi perluasan lahan penginapan.

Sejak hari pertama kedatangannya di Mönchblick Inn, Ann sudah mendengar desas-desus tersebut. Ann juga sempat merasa takut karena mengalami sendiri hal-hal yang disebutkan di dalam testimoni. Namun, karena tidak tega melihat ayah dan ibu tirinya kesulitan mengelola penginapan yang sepi pengunjung, Ann bertekad untuk membantu menanganinya secara diam-diam.

Ditemani oleh teman barunya, Jo, cucu koki penginapan, Ann mencari informasi mengenai riwayat penginapan dan Matteo. Selama itu, Ann tetap berkomunikasi dengan ibu kandungnya melalui surel. Ibunya yang seorang pakar iklim sering bercerita tentang berbagai penemuan ilmiahnya selama bertugas. Karena merasa mendapatkan petunjuk dari cerita ibunya, Ann pun sesekali bertanya tentang teori-teori ilmiah yang dianggap berkaitan dengan misteri kamar 303.

Tidak mudah bagi Ann dan Jo untuk memecahkan masalah di penginapan. Ann pun sempat mengalami luka fisik saat melakukan penyelidikan. Masalah semakin membingungkan saat seorang paranormal tiba-tiba hadir, mengaku merasakan aura mistis di kamar 303. Namun, Ann tetap mengingat satu pesan ibunya, klaim yang luar biasa membutuhkan bukti yang luar biasa pula. (hal. 92)

A Hole in The Head menyuguhkan petualangan misteri yang ringan tapi memikat. Sejak awal pembaca diajak menebak teka-teki di dalam penginapan. Ketegangan dan pengetahuan sains yang mewarnai penyelidikan Ann menjadikan cerita semakin menarik. Unsur sains di sini tidak semata-mata disampaikan tanpa tujuan, tapi turut menjadi penggerak cerita.

Kasus di penginapan Mönchblick Inn ini mengingatkan kita agar lebih cermat melihat kenyataan yang ada di depan mata, sebelum kita berpikir terlalu jauh dan mengaitkan dengan rumor-rumor yang tak bisa dipercaya kebenarannya.

“Ada perbedaan besar antara memiliki pikiran terbuka dengan memiliki lubang di kepalamu sehingga otakmu bocor keluar.” (hal. 207)

Selain Ann yang selalu ingin tahu, setiap tokoh dalam novel ini memilki peran yang sama pentingnya. Masing-masing dari mereka memegang satu kepingan puzzle yang saling berhubungan, dan baru bisa tersusun rapi ketika pikiran Ann telah benar-benar terbuka.

Satu hal yang menjadi kekurangan novel ini, yaitu penyelidikan panjang Ann hanya ditutup dengan penjelasan singkat. Penulis tidak menampilkan adegan klimaks di akhir cerita yang bisa meninggalkan perasaan puas bagi pembaca. Meski demikian, pengalaman berlibur Ann di Mönchblick Inn merupakan cerita yang patut disimak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: No Place Like Home

Review: Sepotong Hati Yang Baru karya Tere Liye

Review: Blue Heaven Karya Mahir Pradana